571. Anas رضي الله عنه berkata, "Aku shalat Zhuhur bersama Nabi di Madinah empat rakaat dan di Dzulhulaifah dua rakaat"
572. Aisyah رضي الله عنها berkata, "Shalat itu pada pertama kalinya difardhukan adalah dua rakaat. Kemudian untuk shalat pada waktu bepergian ditetapkan apa adanya (yakni dua rakaat). Sedangkan, untuk shalat yang tidak sedang bepergian dijadikan sempurna." Zuhri berkata, "Aku bertanya kepada 'Urwah, 'Mengapa Aisyah menyempurnakan shalatnya (yakni pada waktu bepergian tetap mengerjakan empat rakaat)?'" Urwah berkata, 'Beliau itu mentakwilkan sebagaimana halnya Utsman juga mentakwilkannya.'"[8]
572. Aisyah رضي الله عنها berkata, "Shalat itu pada pertama kalinya difardhukan adalah dua rakaat. Kemudian untuk shalat pada waktu bepergian ditetapkan apa adanya (yakni dua rakaat). Sedangkan, untuk shalat yang tidak sedang bepergian dijadikan sempurna." Zuhri berkata, "Aku bertanya kepada 'Urwah, 'Mengapa Aisyah menyempurnakan shalatnya (yakni pada waktu bepergian tetap mengerjakan empat rakaat)?'" Urwah berkata, 'Beliau itu mentakwilkan sebagaimana halnya Utsman juga mentakwilkannya.'"[8]
[6] Yakni shalatlah dengan sempurna (bukan qashar). Ali menjawab, "Tidak, sehingga kita memasukinya." Yakni, kita masih boleh menqashar sehingga kita memasuki kota Kufah (tempat tinggal kita). Karena, selama kita belum memasukinya, berarti masih dihukumi musafir. Demikian keterangan al-Hafizh, dan inilah yang benar.
[7] Di-mauhsul-kan oleh Hakim dan Baihaqi dari jalan Wiqa' bin Iyas, dari Ali bin Rabi'ah dari Ali رضي الله عنهم Dan Wiqa' ini lemah haditsnya, sebagaimana dikatakan oleh al-Hafizh dalam at-Taqrib.
[8] Yakni tentang bolehnya mengqashar dan shalat tamam (sempurna)
[7] Di-mauhsul-kan oleh Hakim dan Baihaqi dari jalan Wiqa' bin Iyas, dari Ali bin Rabi'ah dari Ali رضي الله عنهم Dan Wiqa' ini lemah haditsnya, sebagaimana dikatakan oleh al-Hafizh dalam at-Taqrib.
[8] Yakni tentang bolehnya mengqashar dan shalat tamam (sempurna)