Ketaatan kepada penguasa merupakan perkara asasi di kalangan Ahlus Sunnah. Sebaliknya, mendurhakai mereka merupakan perkara yang diharamkan, apalagi jika sampai menghina, merendahkan mereka, dan mencabut tangan darinya, karena hal ini akan menimbulkan kerusakan di kalangan hamba-hamba Allah.
Banyak sekali dalil-dalil baik dalam Al-Kitab, maupun sunnah yang memerintahkan kita untuk taat kepada pemerintah muslim, dan mengharamkan durhaka kepada mereka.
Namun ada satu hal yang kami perlu ingatkan disini bahwa disana ada sebuah hadits yang dho’if dalam masalah ini,
مَنْ مَاتَ وَلَمْ يَعْرِفْإِمَامَ زَمَانِـهِ مَاتَ مِيـْتَةً جَاهِلِيَّةً.
“Barangsiapa yang tidak mengenal imam (penguasa) di zamannya, maka ia mati seperti matinya orang-orang jahiliyah”.
Ahmad bin Abdul Halim Al-Harraniy berkata, “Demi Allah, Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- tidaklah pernah mengatakan demikian . . .”. [Lihat Adh-Dho’ifah (1/525)]
Syaikh Al-Albaniy -rahimahullah- berkata setelah menyatakan bahwa hadits ini tidak ada asal-muasalnya, “Hadits ini pernah aku lihat dalam sebagian kitab-kitab orang-orang Syi’ah dan sebagian kitab orang-orang Qodiyaniyyah (Ahmadiyyah). Mereka menjadikannya sebagai dalil tentang wajibnya berimam kepada si Pendusta mereka yang Mirza Ghulam Ahmad, si Nabi gadungan. Andaikan hadits ini shahih, niscaya tidak ada isyarat sedikit pun tentang sesuatu yang mereka sangka, paling tidak intinya kaum muslimin wajib mengangkat seorang pemerintah yang akan dibai’at”. [Lihat As-Silsilah Adh-Dho’ifah (no. 350).