Nabi صلی الله عليه وسلم bersabda, "Barangsiapa yang shalat atas jenazah."[35]
Beliau bersabda, "Shalatlah atas jenazah sahabatmu."[36]
Dan, beliau bersabda pula, "Shalatlah atas jenazah Najasyi."[37]
Beliau menamakan semua ini dengan "shalat', padahal di dalam shalat jenazah ini tidak terdapat ruku, sujud, dan perkataan-perkataan. Di dalam shalat jenazah ini terdapat takbir dan salam.
Ibnu Umar tidak mengerjakan shalat jenazah melainkan dengan bersuci terlebih dahulu.[38] Ia tidak mau mengerjakan shalat tepat pada waktu matahari terbit dan terbenam.[39] Ia mengangkat kedua tangannya.[40]
Al-Hasan berkata, "Aku dapati orang-orang, dan yang lebih berhak terhadap jenazah mereka ialah orang-orang yang merelakan mereka terhadap kewajiban-kewajiban mereka." Apabila al-Hasan berhadats pada waktu (hendak) shalat Id atau shalat jenazah, dia meminta air, tidak bertayamum. Jika al-Hasan baru sampai ke tempat jenazah ketika orang-orang sedang menshalatinya, maka dia mengikuti shalat mereka dengan bertakbir.[41]
Ibnul Musayyab berkata, "Hendaklah orang bertakbir empat kali dalam shalat jenazah, baik pada waktu malam maupun siang, ketika dalam bepergian maupun ketika di rumah."[42]
Anas رضي الله عنه berkata,[43] "Takbir kesatu adalah sebagai pembukaan shalat." Dia berkata lagi, "Janganlah sekali-kali kamu shalat atas seseorang dari mereka (orang munafik) yang meninggal dunia."
Dalam shalat jenazah ini terdapat shaf-shaf dan imam.
[34] Yang dimaksud dengan sunnah di sini lebih umum daripada wajib dan mandub.
[35] Di-maushul-kan oleh penyususn setelah bab ini.
[36] Akan disebutkan secara maushul pada "28 AL-HIWALAT/3 - BAB" dari hadits Salamah bin al-Akwa'.
[37] Ini adalah bagian dari hadits Jabir yang di-maushul-kan oleh penyusun pada bab yang lalu, hadits nomor 663.
[38] Di-maushul-kan oleh Imam Malik dalam al-Muwaththa' dengan sanad sahih dari Ibnu Umar, tetapi dari perkataannya.
[39] Di-maushul-kan oleh Sa'id bin Manshur yang semakna dengannya dengan sanad sahih.
[40] Di-maushul-kan oleh penyusun (Imam Bukhari) dalam Juz-u Raf'il Yadain dan Baihaqi dengan sanad sahih. Sedangkan, riwayat mengangkat kedua tangan secara marfu (dari Nabi) adalah 'syadz' 'dhaif'.
[41] Aku tidak menjumpai yang maushul melainkan kalimat ketiga, dan kalimat ketiga ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dengan sanad sahih dari al-Hasan, dan dia adalah al-Bashri.
[42] Al-Hafizh berkata, "Aku tidak mendapati riwayat yang maushul darinya. Akan tetapi, mendapati yang semakna dengannya dengan isnad yang kuat dari Uqbah bin Amir ash-Shahabi, yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah darinya secara mauquf."
[43] Di-maushul-kan oleh Sa'id bin Manshur dengan sanad sahih darinya.
[35] Di-maushul-kan oleh penyususn setelah bab ini.
[36] Akan disebutkan secara maushul pada "28 AL-HIWALAT/3 - BAB" dari hadits Salamah bin al-Akwa'.
[37] Ini adalah bagian dari hadits Jabir yang di-maushul-kan oleh penyusun pada bab yang lalu, hadits nomor 663.
[38] Di-maushul-kan oleh Imam Malik dalam al-Muwaththa' dengan sanad sahih dari Ibnu Umar, tetapi dari perkataannya.
[39] Di-maushul-kan oleh Sa'id bin Manshur yang semakna dengannya dengan sanad sahih.
[40] Di-maushul-kan oleh penyusun (Imam Bukhari) dalam Juz-u Raf'il Yadain dan Baihaqi dengan sanad sahih. Sedangkan, riwayat mengangkat kedua tangan secara marfu (dari Nabi) adalah 'syadz' 'dhaif'.
[41] Aku tidak menjumpai yang maushul melainkan kalimat ketiga, dan kalimat ketiga ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dengan sanad sahih dari al-Hasan, dan dia adalah al-Bashri.
[42] Al-Hafizh berkata, "Aku tidak mendapati riwayat yang maushul darinya. Akan tetapi, mendapati yang semakna dengannya dengan isnad yang kuat dari Uqbah bin Amir ash-Shahabi, yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah darinya secara mauquf."
[43] Di-maushul-kan oleh Sa'id bin Manshur dengan sanad sahih darinya.