Shahih Bukhari -Imam Bukhari- Kitab Azan Bab 51: Seseorang Itu Dijadikan Imam Hanyalah Agar Ia Diikuti

Posted by Unknown on Selasa, 16 April 2013


Pada waktu sakit yang membawa kematiannya, Nabi صلی الله عليه وسلم shalat mengimami manusia sambil duduk.[22]
Ibnu Mas'ud berkata, "Apabila seseorang bangkit (mengangkat kepala) sebelum imam, maka hendaklah ia kembali lagi dan menantikan sekadar hingga imam bangkit, kemudian mengikutinya"[23]

Al-Hasan berkata mengenai orang yang ruku (shalat) dua rakaat bersama dengan imam dan tidak dapat sujud,[24] agar ia sujud untuk rakaat yang akhir itu dua kali sujud. Kemudian melengkapi rakaat yang pertama dengan sujudnya. Mengenai orang yang lupa satu sujud hingga dia berdiri, agar ia sujud.[25]

377. Aisyah berkata, "Rasulullah shalat di rumahnya ketika sakit (dan dalam satu riwayat: orang-orang datang menjenguk beliau ketika sakit 7/6) lalu beliau shalat dengan duduk sedangkan orang-orang shalat di belakang beliau dengan berdiri. Maka, Nabi memberi isyarat kepada mereka supaya duduk. Setelah selesai shalat beliau bersabda, 'Imam itu dijadikan hanyalah untuk diikuti. Jika imam mengerjakan ruku, rukulah kamu semua. Jika ia bangun (mengangkat kepala atau tubuhnya), maka bangunlah kamu semua. Dan, apabila dia shalat dengan duduk, maka shalatlah dengan duduk pula.'"

Al-Humaidi berkata, "Hadits ini mansukh 'dihapuskan', karena shalat yang terakhir dilakukan Nabi ialah beliau shalat dengan duduk. Sedangkan, orang-orang yang di belakang beliau dengan berdiri."[26]

378. Anas bin Malik mengatakan bahwa Rasulullah mengendarai kuda. Lalu, beliau jatuh dari kuda itu sehingga luka di tulang rusuk (dan dalam satu riwayat: betis) beliau yang sebelah kanan. Kemudian kami menjenguk beliau. Lalu, tiba waktu shalat (1/195), maka beliau shalat mengimami kami pada hari itu (1/179) dengan duduk dan kami pun shalat di belakang beliau sambil duduk. Ketika selesai shalat beliau bersabda, "Sesungguhnya imam dijadikan untuk diikuti. Karena itu, apabila imam bertakbir, maka bertakbirlah. Apabila dia shalat dengan berdiri, maka shalatlah dengan berdiri. Apabila dia ruku, maka rukulah. Apabila ia bangkit, maka bangkitlah. Apabila dia mengucapkan, 'Samiallahu liman hamidah' ; maka ucapkanlah, 'Rabbana lakal hamdu'. Apabila dia sujud, maka sujudlah. Apabila dia shalat dengan berdiri, maka shalatlah dengan berdiri. Dan, apabila dia shalat sambil duduk, maka shalatlah kalian sambil duduk."

Al-Humaidi berkata, "Sabda Nabi, 'Apabila dia (imam) shalat dengan duduk, maka shalatlah kamu dengan duduk.' Itu adalah pada saat sakitnya yang dahulu. Sesudah itu beliau shalat sambil duduk, sedang orang banyak (shalat) di belakang beliau sambil berdiri dan beliau tidak menyuruh mereka duduk. Maka, yang dipakai ialah yang terakhir dari perbuatan Nabi itu."[27]

[22] Di-maushul-kan oleh penyusun dari hadits dalam bab ini, dan yang baru disebutkan (nomor 366).
[23] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah dengan sanad yang sahih.
[24] Karena sangat berdesak-desakan pada shalat Jumat.
[25] Diriwayatkan oleh Sa'id bin Manshur dengan sanad sahih dari al-Hasan dengan tanpa menyebutkan "lupa sujud". Ini hanya di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah dengan lafal, "Mengenai seseorang yang lupa sujud pada permulaan shalatnya, lantas tidak ingat lagi hingga rakaat terakhir dari shalatnya", maka al-Hasan mengatakan agar orang itu melakukan sujud tiga kali. Jika ia ingat sebelum salam, hendaklah ia sujud satu kali; dan jika ingat setelah selesai shalat, maka ia harus memulai shalat lagi.
[26] Saya (al-Albani) katakan bahwa tidak diperintahkannya mereka duduk itu tidaklah menghapuskan asal disyariatkannya duduk. Hal itu hanya menunjukkan bahwa perintah duduk itu bukan perintah wajib, melainkan hanya mustahab. Ini jika sah riwayat yang mengatakan bahwa shalat beliau yang terakhir itu dengan duduk sedang orang-orang di belakang beliau dengan berdiri sebagaimana disebutkan itu. Kiranya tidak ada jalan bagi keterangan yang demikian ini. Karena, bagaimana bisa terjadi, padahal apa yang diisyaratkan (imam shalat dengan duduk dan makmum pun duduk) itu terus dilakukan oleh sejumlah sahabat yang meriwayatkannya, di antaranya Abu Hurairah, Jabir, dan lain-lainnya. Tidak terdapat riwayat yang berlawanan dengan ini dari seorang sahabat pun. Silakan periksa Fathul Bari dan Iqtidha-ush Shirathil Mustaqim karya Ibnu Taimiyyah.