عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَانَ أَهْلُ الْجَاهِلِيَّةِ يَأْكُلُونَ أَشْيَاءَ وَيَتْرُكُونَ أَشْيَاءَ تَقَذُّرًا فَبَعَثَ اللَّهُ تَعَالَى نَبِيَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنْزَلَ كِتَابَهُ وَأَحَلَّ حَلَالَهُ وَحَرَّمَ حَرَامَهُ فَمَا أَحَلَّ فَهُوَ حَلَالٌ وَمَا حَرَّمَ فَهُوَ حَرَامٌ وَمَا سَكَتَ عَنْهُ فَهُوَ عَفْوٌ وَتَلَا { قُلْ لَا أَجِدُ فِيمَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا } إِلَى آخِرِ الْآيَةِ
3800. Dari Ibnu Abbas, dia berkata: Dulu masyarakat jahiliyyah memakan sesuatu dan meninggalkan sesuatu yang lain karena jijik, kemudian diutuslah Rasulullah SAW dengan membawa kitab-Nya, menerangkan hal yang halal dan yang haram. Jadi, sesuatu yang dihalalkan maka itu halal dan sesuatu yang diharamkan maka itu haram. Sedangkan yang tidak disebutkan dalam Al Qur'an (atau hadits) maka hal itu dimaafkan. Beliau kemudian membaca firman Allah, "Katakanlah, 'Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya..." (Qs. Al An'aam [6]: 145) (Shahih sanadnya)